Perjalanan panjang Paroki Santo Michael Waringin Bandung telah dimulai sejak 1937. Melewati berbagai masa dan mengalami berbagai macam tantangan. Namun dengan campur tangan dan perlindungan Tuhan Yesus Kristus, Paroki Santo Michael Bandung masih ada hingga saat ini. Tercatat per September 2024 Paroki Santo Michael Bandung memiliki 4.612 umat
Pada 27 Juni 1937, Pastor Johan Scharff membaptis empat orang anak yang mengikuti pelajaran agama dengan para suster PI. Permandian ini dicatat di buku baptis yang pertama ada di Gereja, dan keberadaan buku baptis inilah yang dijadikan tonggak berdirinya Gereja ST. Michael. Walaupun di kolom locus (tempat permandian) dari beberapa data pertama yang tercantum di buku tersebut hanya ditulis "Bandung", patut diduga bahwa pembaptisan dilaksanakan di kapel susteran dan bukan di gereja yang sudah ada (misalkan gereja Pandu atau ST. Petrus) sehubungan dengan penggunaan buku Baptis yang baru.
Mengenai Nama St. Michael sendiri, tidak ada catatan resmi kapan nama itu mulai digunakan, tetapi pada buku baptis pertama tersebut ada cap bertuliskan Java Missio Catholica Intersinensis Bandoeng (Terjemahan: Karya Misi Katolik Di Jawa Bagi Orang Tionghoa Bandung) yang bergambarkan Malaikat Agung Michael, serupa dengan stempel yang digunakan Paroki St. Michael saat ini. Sehubungan dengan itu, bisa kita simpulkan bahwa di awal karya misi, nama St. Michael sudah dipakai sebagai pelindung misi. Sebagai tambahan, di buku baptis yang sama, pada data-data yang dicatat tahun 1939, nama St. Michael, Bandung digunakan untuk locus (nama tempat) penerimaan Sakramen Penguatan.
Kegiatan peribadatan dipusatkan di kapel suster PI
Pastor Johan Scharff, OSC. yang menggantikan Pastor Theo Koster, OSC., melayani umat di daerah Waringinweg dan sekitarnya pun masih tinggal di Gereja Bunda Tujuh Keduaan (Pandu)
Tahun 1938, beliau menjadi pastor pembantu di Gereja Pandu yang dikepalai oleh Pastor Jan de Rooy, OSC. (yang telah mendirikan pastoran di gerejanya pada tahun 1935)
Pastor Johan Scharff membaptis 96 orang umat dari keturunan Tionghoa
Tahun 1938, Pastor Scharff mulai dibantu oleh Pastor C. van Dal, OSC dalam melaksanakan karya misi bagi orang Tionghoa di wilayah Waringinweg
Ada 69 orang Tionghoa yang dibaptis, sehingga jumlah umat Katolik yang dibaptis bertambah menjadi 165 orang.
Pastor Kooyman juga sempat dibantu oleh Pastor van Dal dan Pastor B.J Leenders.
Pada masa ini, status wilayah Gerejani Bandung ditingkatkan dari Prefektur Apostolik menjadi Vikariat Apostolik, Tahbisan Uskup Mgr. Goumans, OSC. dilaksanakan di Gereja St. Petrus pada tanggal 22 April 1942
Tahun 1942, merupakan masa sulit karena para serdadu Jepang menduduki bumi Nusantara dan Pastor Kooyman, OSC. pada tahun 1942 - 1943 sempat berkarya di Gereja Salib Suci, Kamuning kemudian ditahan di kamp Interniran Cimahi.
Desember 1941, Jepang mengambil alih kompleks bangunan milik Yayasan Penyelenggaraan Ilahi di Kebonjati 209, Bandung. Kompleks digunakan sebagai tempat tahanan orang-orang Belanda.
Maret 1942, sekolah ditutup dan biara digunakan tentara Jepang sebagai kamp interniran. Proses persemaian iman Kristiani melalui jalur pendidikan terputus dan semua kegiatan peribadatan umat - yang pada masa itu masih terpusat di kapel susteran PI - juga terhenti. Di tahun yang sama, para suster diungsikan ke Borromeus.
Di tahun 1943, para suster dipaksa masuk kamp interniran.
Jepang masih mengizinkan satu orang imam yang tidak ditahan, Pastor Henri Reichert, OSC., seorang keturunan Indonesia - Jerman untuk melayani seluruh Vikariat Apostolik Bandung. Saat itu beliau tinggal di Gereja Katedral St. Petrus.
Tahun 1945, Pastor Kooyman, OSC. masih sempat membaptis dua orang umat dan sampai dengan akhir zaman Jepang buku baptis mencatat jumlah total umat yang dibaptis adalah 167 orang, Pastor Scharff mulai dibantu oleh Pastor C. van Dal, OSC dalam melaksanakan karya misi bagi orang Tionghoa di wilayah Waringinweg
Tanggal 15 Agustus tahun 1945, Perang Asia Timur Raya telah usai di tengah kekacauan karena kekosongan kekuasaan, para misionaris (pastor, bruder dan suster) mulai keluar dari kamp-kamp tawanan.
Menurut catatan para suster PI, biara mereka yang dijadikan kamp interniran bagi orang-orang Belanda baru dibebaskan pada bulan November tahun 1946.
Tahun 1946, gedung TK dan SD milik para suster PI, yang dahulu menjadi lahan subur bagi persemaian calon baptis dan sakramen penguatan digunakan pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan sekolah dasar.
Tahun 1948 seorang suster PI, bernama Suster Virgini, PI kembali bertugas di sekolah tersebut sebagai guru negeri.
Bulan September 1947, Pastor H. Reichert, OSC. tercatat mulai membaptis lagi umat yang berdomisili di wilayah Waringinweg.
Seluruh kegiatan peribadatan dipusatkan di kapel susteran PI.
Para pastor masih berstatus pastor asistensi, yang hanya datang untuk merayakan misa atau menerimakan sakramen-sakramen, khususnya misa dan membaptis, tetapi tidak menetap. Hal ini dapat diketahui dari buku baptis yang mencatat cukup banyak pastor yang membaptis umat, di antaranya pastor H. Reichert, OSC., Pastor Jan de Rooy, OSC., Pastor Th. Koster, OSC., Pastor H. van Haaren OSC., Pastor C.P. van Dal, OSC., Pastor J. van de Pol, OSC., Pastor Jan Dohne, OSC., Pastor J.A. Verhoeven, OSC., Pastor A. van Gils, OSC., Pastor A.J Vermeulen, OSC., Pastor J. Lamers, OSC., Pastor J Berkhout, OSC., serta Vikariat Apostolik Bandung Mgr. Goumans, OSC. sendiri
Buku Baptis mencatat jumlah umat yang telah menerima sakramen baptis sampai dengan akhir tahun 1949 adalah 357 orang.
Masa antara tahun 1950 - 1965, masa pra-Konsili Vatikan II, adalah masa yang indah bagi pertumbuhan Paroki St. Michael, banyak terjadi peristiwa bersejarah, di antaranya adalah pendirian Gedung Aula St. Michael yang akhirnya menjadi gereja St. Michael.
Pastor Leenders tinggal di kompleks susteran ( di ruangan yang sekarang digunakan sebagai ruang tamu yayasan), lalu kemudian setelah bangunan pastoran (sekarang bangunan di belakang aula) selesai tahun 1952, beliau pindah ke sana.
Kegiatan ibadat umat pada tahun 1950 - 1953 masih berpusat di kapel susteran dan hanya berlangsung satu kali pada pagi hari karena pada masa ini, jumlah umat yang datang untuk mengikuti misa masih tidak terlampau banyak, sekitar 100 orang.
Sekitar pertengahan tahun 1950, mulai dibangun sebuah gedung serbaguna oleh Perhimpunan Umat Katolik Chung Chin Hui, yang kemudian berganti nama menjadi Daya Murni, Gedung ini sekarang dikenal dengan nama Aula St. Michael, pembangunan gedung ini dilakukan oleh Tjen Djin Lion dan The Tie Jan. Prasasti pembangunan Gedung ini berada di pintu Utama (barat) Aula St. Michael.
Beliau tinggal di kompleks pastoran di belakang gereja (sekarang belakang aula). Selama masa pelayanannya ini, Pastor Bertus Verhoeven tidak dibantu oleh pastor lain.
Gedung aula sudah rutin digunakan untuk tempat perayaan misa.
Walaupun umat paroki sudah memiliki "gereja" sendiri, relasi yang terjalin antara pastor dengan para suster PI sangat baik. Para suster PI, selain mengurus sandang dan pangan pastor, ikut juga terlibat dalam pendidikan katekumen, persiapan Sakramen Penguatan, karya pewartaan dan pelayanan bagi para umat. Para suster PI bahkan diberi kepercayaan untuk membaptis umat dalam kasus tertentu
Sampai dengan akhir tahun 1955 sudah tercatat 729 orang umat Katolik yang dibaptis.
Pastor Verhoeven pendek sempat dibantu oleh Pastor C.J. Mooy, OSC (seorang mantan pastor tentara KNIL) pada tahun 1959 - 1961.
September 1958, bertepatan dengan Pesta Malaikat Agung Mikael, Gabriel dan Rafael, gedung serba guna yang biasa digunakan untuk merayakan misa, diberkati oleh Mgr, Arntz, OSC. menjadi Gereja St. Michael.
Dalam Persiapan Katakumen, Sr. Virgini dan Sr. Lusia sangat membantu Pastor Verhoeven. Para suster PI juga menjadi tangan kanan pastor dalam urusan liturgi, khususnya pada perayaan Natal dan Paskah juga mengurusi sandang dan pangan pastor. Sebaliknya, Pastor Verhoeven mengajar agama di SD Maria Bintang Laut, serta memerhatikan anak-anak yang tinggal di asrama PI.
Pastor Verhoeven juga dibantu oleh para aktivis, misalnya Bapak Pangestu, Na Yung Kwang, Tjen Djin Lion, The Tie Jan dan Liem Hok Tjong.
Sampai akhir tahun 1961 tercatat umat yang telah dibaptis mencapai 1.254 orang.
Pada masa bakti kedua di Paroki St. Michael, Waringin, Pastor Leenders menjabat sebagai pro provincialis (pimpinan bakal provinsi gerejawi) OSC di Bandung dan dibantu oleh Pastor H. Reichert.
Pada Tahun 1963, gedung TK dan SD yang diambil alih pemerintah pada masa awal kemerdekaan dikembalikan kepada para suster PI.
Pastor Leenders masih sering datang ke Gereja St. Michael sehubungan dengan tugasnya sebagai pro provincialis. Pada masa itu, Gereja St. Michael digunakan sebagai tempat singgah para pastor yang baru datang dari negeri Belanda untuk belajar bahasa Indonesia kepada Sr. Virgini di antaranya Pastor Frans Vermeulen, OSC., dan Pastor Meertens, OSC. yang tinggal di kamar pastoran sebelah selatan, sekaligus menyesuaikan diri terhadap budaya lokal.
Pada tahun 1965, di tengah pergolakan nasional karena ancaman Partai Komunis Indonesia, ada isu bahwa gereja akan diserang oleh Pemuda Rakyat. Laskar Misdinar dan Pemuda Katolik bersatu dan secara bergiliran tidur di blokhut sebagai tindakan antisipatif pengamanan. Mereka juga menjalin kerja sama dengan ormas kepemudaan lainnya dalam rangka pengamanan wilayah. Kedua kelompok organisasi ini adalah cikal-bakal Tatib yang menjalankan fungsi pengamanan gereja.
Konsili Vatikan II yang dilaksanakan pada tahun 1962 hingga tahun 1965 sungguh membawa perubahan yang besar di dalam diri Gereja Katolik.
Gereja tidak memandang dirinya sendiri sebagai satu-satunya jalan menuju keselamatan lagi (Lumen Gentium 16: "Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata dapat memperoleh keselamatan kekal")
Gereja di Indonesia pun mulai menerapkan hasil Konsili Vatikan II, ditandai dengan digunakannya bahasa Indonesia atau bahasa daerah dalam Liturgi Perayaan Ekaristi. Inkulturasi budaya masuk dalam diri Gereja.
Diresmikannya Tata Peraayaan Ekaristi 1979 yang seluruhnya menggunakan bahasa Indonesia sebagai teks liturgi resmi di Indonesia (walaupun statusnya masih ad experimentum - percobaan)
Semangat pembaruan Konsili Vatikan II juga terasa di dalam kehidupan menggereja umat Paroki St. Michael yang lebih terbuka dalam bidang pelayanan sosial untuk banyak orang
Pastor yang berpostur gempal dan berkacamata ini memiliki nama asli Ambrosius Scott. Beliau adalah keturunan Belanda dan Sundaningrat. Merangkap menjadi pastor tentara berpangkat Mayor Tituler di Rohdam Siliwangi.
Tidak terlalu lama bertugas di Gereja St. Michael, hanya sekitar setengah tahun, kemudian beliau pindah tugas ke Garut.
17 Agustus 1966, mendirikan Legio Mariae yang pertama, yaitu Presidium Maria Bunda Gereja Kudus (MBGK). Selain Legio, Beberapa kelompok kategorial yang berkiprah di paroki pada saat itu antara lain SSV St. Michael, Putera Altar, dan Pemuda Katolik.
Paroki St. Michael mulai dibagi ke dalam delapan wilayah parokial, yaitu Wilayah Sukamanah, Wilayah Ciroyom, Wilayah Durman sampai Stasiun Kereta Api, Wilayah Jl. Jendral Sudirman ke arah selatan, Wilayah Jamika ke Timur, Wilayah Jamika ke Barat sampai batas kota, Wilayah Maleber - Halteu sampai rel kereta api, dan Wilayah Cimindi.
Tahun 1967 beliau mendirikan klinik yang awalnya diberi nama Poliklinik Taruna dan bertempat di blokhut. Dalam perkembangannya, poliklinik tersebut berpindah tempat di sayap selatan gereja (sekarang aula) dan berganti nama menjadi Balai Pengobatan Taruna.
Tanggal 3 November 1969 datang Pastor Bogaartz, OSC. sebagai pastor pembantu, Pastor Boogartz tinggal di tempat Pastor Lubbers dan Pastor Lubbers pindah ke susteran PI.
Terkenal sebagai Pastor yang pekerja keras dan disiplin, bertugas sebagai pastor Paroki pada pertengahan tahun 1970 menggantikan Pastor Bossman yang saat itu sedang cuti dan pulang ke negeri Belanda. Sebelum menjadi Delson beliau pernah menjadi sekretaris Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI - sekarang)
Setelah Pastor Bosman kembali ke Waringin, jabatan pastor paroki dikembalikan ke Pastor Bosman sampai Tahun 1971. Pastor Lubbers kemudian kembali menjalankan tugasnya menjadi Delsos.
Diangkat menjadi pastor paroki dari tanggal 28 September 1971 sampai Oktober 1973
Semangat Konsili Vatikan II mulai terasa dalam hidup menggereja umat Paroki St. Michael. Dalam bidang liturgi, bagian-bagian dari kitab suci mulai dibacakan oleh umat, yaitu para ketua lingkungan
Pada akhir tahun 1971, Pastor Boogartz mendirikan kelompok legio Mariae yang baru, Presidium Bintang timur
Pada tahun 1972, blokhut dibongkar dan di tempat tersebut dibangun gedung pastoran baru.
Pada akhir tahun 1972, datang Frater Theo Van Reyn untuk menjalankan tahun pastoral dan membantu Pastor Boogartz dalam pelayanannya.
Saat kerusuhan anti Tionghoa tanggal 10 Agustus 1973, gereja-gereja lain yang berlokasi di sekitar Jln. Kebonjati dan Jln. Jendral Sudirman ada yang dibakar dan dirusak namun Gereja St. Michael tidak tersentuh sedikitpun.
Oktober 1973, Pastor Boogartz mengambil cuti. Penggembalaan umat diserahkan kepada Pastor van Haaren, OSC. sebagai caretaker sampai peralihan penggembalaan umat dari tangan pastor OSC ke tangan para pastor SS.CC.
Pastor van Dongen sebagai pastor SS.CC. pertama di Gereja St.Michael dan menjadi pastor paroki dan saat itu juga menjabat sebagai dosen Hukum Gereja di Sekolah Teologi Suryaagung Bumi (sekarang menjadi Fakultas Filsafat Universitas Parahyangan), dan sebagai seorang formator bagi para calon Imam SS.CC.
Menjabat sebagai pastor paroki hanya selama bulan Januari 1974.
Tugas pastor paroki St. Michael selanjutnya dialihkan kepada Pastor Willem de Bruin, SS.CC. dan Pastor van Dongen berkarya sebagai pastor pembantu sampai dengan tahun 1979.
Beliau juga merupakan seorang pastor yang dekat dengan anak-anak dan memprakarsai dibentuknya Bina Iman Anak di St. Michael
Tahun 1974, masih ada satu pastor OSC. yang ditahbiskan di Aula Trinitas, yaitu Pastor Theo van Reyn, OSC. sebelum ditahbiskan, Frater van Reyn juga adalah murid Pastor van Dongen di Sekolah Teologi Suryaagung Bumi.
Pastor Willem de Bruin, SS.CC. berkarya dari tahun 1974 hingga tahun 1991.
Selama menjabat sebagai pastor paroki, Pastor W. de Bruin dibantu oleh Pastor Alfons Claes, SS.CC. dan Pastor Jos van der Sterren, SS.CC. sebagai pastor pembantu
Pada tahun 1975, Pastor de Bruin juga membentuk suatu organisasi baru yaitu CU (Credit Union). CU merupakan suatu koperasi simpan pinjam.
Akhir tahun 1977, Pastor de Bruin membentuk kelompok doa rosario yanbg dipimpinnya sendiri.
Pada tahun 1980, Pastor de Bruin dan Pastor Claes mengambil keputusan untuk membangun gedung gereja baru di tanah kosong di sebelah utara pastoran. proses perancangan serta pembangunan gedung dilakukan dibawah supervisi Pastor van Iperen. tahun 1982 berdirilah gedung gereja baru dan diresmikan oleh Mgr. Arntz, OSC.
Dalam masa baktinya Pastor de Bruin membaptis rata-rata 300 orang / tahun.
Selama menjabat sebagai pastor paroki, dibantu beberapa pastor: Pastor Francis Neri, SS.CC., Pastor Anton Suprapto, SS.CC., Pastor Ambrosius Sanar, SS.CC., Pastor Gerardus Suyono, SS.CC., Pastor Pankrasius Olak Kraeng, SS.CC., Pastor Sabar Simanjuntak, SS.CC., dan Pastor NikoIaus Kristiono Widodo, SS.CC.
Pastor Claes banyak menggerakan Dewan Pastoral Paroki (DPP) untuk membantu beliau sebagai wujud partisipasi umat dalam hidup menggereja.
Pastor Claes sangat memperhatikan perkembangan kaum muda. Dibentuklah acara pembinaan kaum muda, camping rohani yang dinamai SUSSUS (Satu Untuk Semua - Semua Untuk Satu).
Pada tahun 1998 juga terjadi pemekaran lingkungan dari 8 menjadi 21 lingkungan dan dibagi ke dalam empat wilayah (regio).
Jumlah umat yang terlalu banyak (mencapai lebih dari 7000 orang) menyebabkan sejak tahun 1999 mulai dirintis upaya untuk memekarkan paroki menjadi dua
8 Januari 2001, Mgr. Alexander Djajasiswaja meresmikan pemekaran paroki menjadi dua, yaitu Paroki St. Michael dan Paroki St. Gabriel.
Menjabat sebagai pastor paroki mulai awal tahun 2001 sampai Juni 2002.
Urusan - urusan Paroki St. Michael banyak ditangani oleh para pastor pembantu, yaitu pastor Antun Wardoyo, SS.CC. yang mengurusi DPP dan Pastor Patrisius Breket Mudaj, SS.CC yang mengurusi PGAK.
Tanggal 24 April 2001, Dewan Keuangan secara resmi berubah menjadi PGAK dan disahkan oleh notaris, sehingga menjadi badan hukum resmi.
Organisasi yang ada di paroki pun bertambah dengan didirikannya Amal Penguburan Katolik (APK) pada tanggal 24 Mei 2001.
Pembelian rumah Jln. Waringin no 40 oleh PGAK untuk digunakan sebagai balai pengobatan.
Menjabat sebagai pastor paroki mulai Juni 2002 sampai April 2005.
Beliau dibantu oleh pastor Antun Wardoyo, SS.CC., Pastor Lusius Nimu, SS.CC., dan Pastor Johan Rita Wongso, SS.CC.
Terjadi pemekaran lingkungan dari 27 menjadi 34 lingkungan dimana mulai menggunakan nama - nama orang kudus. Kegiatan lingkungan juga dikembangkan dan didirikan Balai Pengobatan Karya Asih, tanggal 20 Oktober 2022.
Pada tahun 2002 terjadi renovasi gedung gereja oleh umat secara swadaya. Altar yang terletak di sisi Utara berpindah ke sisi Timur. Dibangun juga taman Doa Bukit Hati Kudus Yesus dan Tabernakel.
Kebijakan visi Paroki yaitu "Menjadi Tanda Kehadiran Allah yang kudus, mandiri, bersahabat, dan peduli"
Tanggal 24 April 2005 terjadi serah terima jabatan pastor paroki kepada Pastor Thomas Sukotriraharjo, SS.CC.
Masa Bakti pastor Thomas Sukotriraharjo, SS.CC dimulai pada Mei 2005, dengan moto "Melayani Bukan Dilayani".
Beliau dikenal bersahaja dan memperhatikan orang tua dan sakit. Beliau didampingi oleh Pastor Lusius Nimu, SS.CC. sebagai Pastor Pembantu sampai 2006, kemudian kembali Pastor Nikolaus Kristiono Widodo, SS.CC. di September 2006
Pada tahun 2006, diadakan restrukturisasi sehingga jumlah kelompok berkurang menjadi 33 buah dan sebagian diletakan diibawah pembinaan seksi-seksi DPP. Dibentuk juga beberapa kelompok baru, diantaranya Paguyuban Lansia Yoakim-Anna.
Beliau membangun Balai Pengobatan Karya Asih yang berada di Jalan Waringin 40, untuk membantu umat dan masyarakat sekitar dalam proses pengobatan.
Tahun 2007 Pastor Alexander Dato, SS.CC datang dan membantu kegiatan paroki serta menggantikan tugas dari Pastor Nikolaus Kristiono Widodo, SS.CC.
Menjabat sebagai pastor parokidi tahun 2009 menggantikan Pastor Thomas Sukotriraharjo, SS.CC
Beliau mendapat bantuan dalam mengembangkan karya pastoralnya bersama Pastor Oscar Jegaut , SS.CC., Pastor Lukas Taruna Boy Sitepu, SS.CC., alm Pastor Ambrosius Sanar, SS.CC., dan Pastor Toni Blikon, SS.CC.
Selain itu juga, ada frater yang menjalani masa orientasi pastoral, seperti Rm. Antonius Haryanto, imam Keuskupan Bandung, dan sekarang berkarya sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI di Jakarta.
Pastor Alex, SS.CC menyelesaikan tugas perutusan di paroki St. Michael pada akhir Desember 2015, untuk selanjutnya mendapat tugas perutusan di Paroki St. Damian - Saibi Muara, Mentawai, Keuskupan Padang.
Kegiatan Pastoral bukan hanya sebatas seputar altar, tetapi juga mencoba untuk peduli dengan sesama, seperti pernah diadakan bedah rumah untuk seorang umat yang miskin di Cimahi.
Diakhir tugas perutusan, dibentuklah panitia renovasi pembangunan Pastoran dan Pastoral yang baru.
Menjabat sebagai pastor paroki pada tahun 2016.
Beliau melanjutkan tugas renovasi dan pembangunan Gedung Pastoran dan Pastoral yayng baru yakni dimulai pada tahun 2016 serta peletakan batu pertama oleh Vikjen R.D. Yustinus hilman Pujiatmoko
Beliau mendapat bantuan dalam proses kegiatan pastoral gereja bersama Alm. Pastor Ambrosius Sanar, SS.CC, Pastor Paulus Uung Ungkara, SS.CC., dan Pastor Stephanus Trihantoro, SS.CC
Tanggal 29 November 2018, Gedung Pastoran dan Pastoral telah selesai dan diresmikan Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC.
Akhir tugas perutusan Pastor Toni Blikon di Paroki St. Michael pada 5 Agustus 2020.
Tanggal 5 Agustus 2020, diadakan serah terima jabatan Pastor paroki dari Pastor Toni Blikon, SS.CC. kepada Pastor Paulus Uung Ungakra, SS.CC.
Pastor Uung Ungkara, SS.CC menjabat sebagai Pejabat Sementara Paroki St Michael Bandung
Beliau dibantu oleh Pastor Stephanus Trihantoro, SS.CC dalam menjalankan tugas penggembalaannya di Paroki St. Michael ini.
Tanggal 5 Januari 2021, Pastor Lambertus Enga Hurint, SS.CC mulai bertugas sebagai Pastor Paroki Gereja St. Michael Waringin Bandung
Pastor Telesforus Nugroso Krisusanto, SS.CC memulai tugas sebagai Pastor Paroki pada 1 September 2022
Beliau dibantu oleh Pastor Thomas Waluyo, SS.CC dalam menjalankan tugas penggembalaannya di Paroki St. Michael ini.
Bukti Pembangunan Gedung Serbaguna
Dibangun oleh Tjen Djin Liong dan The Tie Jan pada Tahun 1951
Pembangunan Gedung Gereja St. Michael (1951)
Pertengahan 1950 dibangun gedung serbaguna oleh Perhimpunan Umat Katolik Chung Chin Hui. Selesai dibangun pada tahun 1951. Gedung serbaguna rutin dipakai untuk kegiatan misa dan akhirnya diresmikan September 1958 oleh Mgr. Arntz, OSC. sebagai Gereja St. Michael. Sekarang Gedung Serbaguna ini dikenal sebagai Aula St. Michael.
Pembangunan Gedung Gereja Baru Tahun 1982
Didasari oleh keputusan Pastor Willem de Bruin, SS.CC dan Pastor Alfons Claes, SS.CC untuk membangun gedung gereja baru. Gedung Gereja Baru terletak di sebelah Utara Pastoran Selesai pada tahun 1982 dibawah supervisi Pastor H. van Iperen, OSC., dan diresmikan Mgr. Arntz, OSC.
Renovasi Gedung Gereja Pada 2002
Dilakukan oleh umat gereja secara swadaya. Perubahan terjadi pada Altar yang terletak di sisi Utara berpindah ke sisi Timur. Dibangun juga taman Doa Bukit Hati Kudus Yesus dan Tabernakel.
Renovasi Gedung Pastoral dan Pastoran (2016 - 2018)
Transformasi altar gereja paroki st michael (1951 - sekarang)
Altar Gereja 1951 - 1982
Altar Gereja 1982 - 2002
Altar Gereja 2002 - sekarang